tentang hidup, ‘hanya’ mencari dan mencipta. Sederhana jika diinsyafi sederhana rumit jika diinsyafi rumit.
Tuhan membuang kita ke bumi, memaksa kita menDia. Seperti binatang disediakan rumput untuk dimakan—dan dinosaurus untuk termakan. Tinggal buasnya kita: memangsa atau dimangsa; biar bisa tetap hidup—biar bisa belajar menDia.
aku dalam Dia, Dia dalam aku
akh! Harus seberapa buas lagi aku biar kuasa mengoyak hijab aku dan Dia,
harus seberapa binal lagi nafsuku biar kuasa mencumbu Dia
(?)
Sudah kutelanjangi tubuhku, berteriak gila, lari terbirit ke pasar. Pada pasang-pasang mata yang sempat berpaling—entah iba entah jijik—kumuntahkan tanya: “siapa aku?!”
Sekarang aku berjalan tanpa pakaian.
maka jangan kau tanya siapa aku karena sungguh! Pun aku buram.
Sekarang aku meraba dalam gelap
maka jangan kau tanya apa yang aku cari karena sungguh! Aku buta.
Lalu, kucoba memisah-misah bagian tubuh yang Tuhan pinjamkan. Aku mulai dari kaki, yang cerita orang, di bawah kaki ibu letaknya surga. Kucopot. Kuteliti seksama. Tak ada bedanya dengan kaki ibuku, sama-sama punya jempol. Jadi, surga juga bisa berada di bawah telapak kakiku dong..
Kucopot daging di pangkal pahaku. Ha..ha.. tak sempurna tanpa liang di pangkal paha perempuan.
Kubau lubang pantatku. Tak puas. Kumasukkan segala kepalaku ke dalamnya: Hanya terasa licin tai yang mengerak.
Kukoyak perutku. Kuhambur keluar semua isinya.
0 komentar:
Posting Komentar